MUJMAL DAN MUBAYYAN
Friday, December 20, 2013
1 Comment
MUJMAL DAN MUBAYYAN
BABII
PEMBAHASAN
1. Pengertian Mujmal
Secara etimologi ada
beberapa arti yang diberikan kepada lafaz Mujmal.
Pertama: Mujmal diartikan sebagai global/ umum
atau dalam bahasa Arab disebut الجمع
Kedua: Mujmal
diartikan dengan ‘samar’ atau dalam bahasa Arab disebut الشبهة
Ketiga: Ada Pula yang
memberi arti Mujmal dengan ‘yang tidak diketahui arti’ atau dalam bahasa Arab
disebut dengan المبهم.
Sedangkan
secara terminologi atau secara pengertian istilah Mujmal diartikan
sebagai berikut :
1. Prof.DR. Abdul
Wahhab Khallaf mendefinisikan al-Mujmal sebagai berikut, “al- Mujmal
menurut istilah ulama Ushul, ialah lafazh yang shighotnya tidak dapat
menunjukan kepada pengertian yang dikandung olehnya, dan tidak terdapat
qorinah-qorinah lafazh atau keadaan yang dapat menjelaskannya. Maka sebab itu
kesamaran di dalam al-Mujmal ini bersifat lafzhi bukan sifat yang baru datang”.
2. Wahbah
al-Zuhaili mendefinisian Mujmal sebagai
berikut :
Mujmil atau Syari’.
3.) Dari definisi
di atas dapat kita tangkap pengertian bahwa, Pertama, al-Mujmal adalah
lafazh atau kata yang tidak jelas ( global ) artinya. Kedua, disamping tidak
jelas artinya, tidak pula terdapat petunjuk atau qorinah yang menjelaskan arti
global dari kata tersebut. Jadi ketidak jelasan atau kesamaran arti kata al-Mujmal
berasal dari kata itu sendiri bukan karena faktor eksternal dari luar kata
tersebut. Ketiga, jalan untuk mengetahui maksud Mujmal tidak dalam batas
kemampuan akal manusia, tetapi satu-satunya jalan untuk memahami adalah melalui
penjelesan dari yang me-mujmalkan atau dalam hal ini Syari
2.
Sebab-Sebab Adanya Mujmal
Ijmal terdapat dalam :
Ijmal terdapat dalam :
1) kata-kata tunggal, contoh ;
a.) isim : Qur’un dengan pengertian suci atau datang bulan.
Jaun dengan pengertian hitam atau putih
b.) fii l : qaala dengan pengertian berkata atau tidur siang.Khataba dengan pengertian berpidato atau meminang.
c.) huruf : wawu yang m,enunjukkan huruf athaf ( penghubung) atu huruf isti’naf ( menunjukkan permulaan kata ), atau sebagai hal.
Ilaa yang menunjukkan ghayah atau berarti beserta ( ma’a )
a.) isim : Qur’un dengan pengertian suci atau datang bulan.
Jaun dengan pengertian hitam atau putih
b.) fii l : qaala dengan pengertian berkata atau tidur siang.Khataba dengan pengertian berpidato atau meminang.
c.) huruf : wawu yang m,enunjukkan huruf athaf ( penghubung) atu huruf isti’naf ( menunjukkan permulaan kata ), atau sebagai hal.
Ilaa yang menunjukkan ghayah atau berarti beserta ( ma’a )
2. ) Susunan
kata-kata ( jumlah atau tarkib ), contoh ;
Artinya : “ atau memaafkan orang yang mempunyai ikatan perkawinan”.
(QS. Al Baqarah : 237)
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, ada beberapa kategori dari suatu lafaz yang Mujmal tersebut. Kategori-kategori yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Termasuk Mujmal ialah lafaz-lafaz yang pengertian bahasa dipindahkan oleh Syari’ dari pengertian aslinya kepada pengertian-pengertian khusus menurut istilah syara’. Seperti lafaz sholat , zakat, shiyam. Haji, riba dan lafaz-lafaz lain yang oleh Syari’ dikehendaki dengannya makna syara’ secara khusus, bukanmakna yang lughawi (menurut etimologi).
Maka apabila di dalam nash syara’ terdapat lafaz diantara lafaz-lafaz tersebut diatas, lafaz itu adalah mujmal (global) pengertiannya, sampai ada penafsiran terhadap lafaz itu oleh Syari’ sendiri. Karena itu datanglah Sunnah yang berbentuk amal perbuatan dan ucapan untuk menafsir atau menjelaskan arti sholat dan menjelaskan rukun-rukunnya serta syarat-syaratnya dan hai’ahnya ( bentuk pelaksanaannya).
Rasulullah SAW bersabda :
صلوا كما رايتمونى أصلى
“ Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sedang shalat (seperti shalatku)”
Begitu juga beliau telah menafsir zakat, shiyam, haji, riba dan setiap lafaz yang mujmal (global) di dalam nash-nash al-Qur’an.
Artinya : “ atau memaafkan orang yang mempunyai ikatan perkawinan”.
(QS. Al Baqarah : 237)
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, ada beberapa kategori dari suatu lafaz yang Mujmal tersebut. Kategori-kategori yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Termasuk Mujmal ialah lafaz-lafaz yang pengertian bahasa dipindahkan oleh Syari’ dari pengertian aslinya kepada pengertian-pengertian khusus menurut istilah syara’. Seperti lafaz sholat , zakat, shiyam. Haji, riba dan lafaz-lafaz lain yang oleh Syari’ dikehendaki dengannya makna syara’ secara khusus, bukanmakna yang lughawi (menurut etimologi).
Maka apabila di dalam nash syara’ terdapat lafaz diantara lafaz-lafaz tersebut diatas, lafaz itu adalah mujmal (global) pengertiannya, sampai ada penafsiran terhadap lafaz itu oleh Syari’ sendiri. Karena itu datanglah Sunnah yang berbentuk amal perbuatan dan ucapan untuk menafsir atau menjelaskan arti sholat dan menjelaskan rukun-rukunnya serta syarat-syaratnya dan hai’ahnya ( bentuk pelaksanaannya).
Rasulullah SAW bersabda :
صلوا كما رايتمونى أصلى
“ Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sedang shalat (seperti shalatku)”
Begitu juga beliau telah menafsir zakat, shiyam, haji, riba dan setiap lafaz yang mujmal (global) di dalam nash-nash al-Qur’an.
2. Termasuk al-Mujmal ialah lafaz asing yang ditafsir oleh nash itu sendiri dengan arti yang khusus, seperti lafaz (القارعة) dalam firman Allah (Q.S al-Qari’ah: 1- 4 )
ٱلۡقَارِعَةُ مَا ٱلۡقَارِعَةُ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ
مَا ٱلۡقَارِعَةُ يَوۡمَ يَكُونُ ٱلنَّاسُ كَٱلۡفَرَاشِ ٱلۡمَبۡثُوثِ
“Hari
kiamat, apakah hari kiamat itu ?. Tahukah kamu apakah hari kiamat itu ? Pada
hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran
Dan lafaz (الهلوع ) di dalam firman-Nya Q.S al-Ma’arij : 19 – 21 yang artinya :
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia bekeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir”.
3. Hukum
Lafal Mujmal
Apabila terdapat
perkataan mujmal baik dalam qur’an maupun hadits, maka kita tidak
menggunakannya, sehingga dating penjelasan. Seperti kata salay, zakat, haji,
dan lain-lain yang dijelaskan oleh Nabi SAW. Tentang cara-cara melakukannya.
Demikian pula tentang batas-batas harta yang terkena zakat.
B. Mubayyan
1. Pengertian
Mubayyan secara bahasa (etimologi) : (المظهر والموضح) yang ditampakkan dan yang dijelaskan. Sedangkan secara terminologi Mubayyan adalah seperti yang didefinisikan oleh al-Asnawi sebagai berikut :
“Mubayyan adalah lafaz yang jelas (maknanya) dengan sendirinya atau dengan lafaz lainya”.
Ada yang mendifinisikan Mubayyan sebagai berikut:
ما يفهم المراد منه، إما بأصل الوضع أو بعد التبيين
“Apa yang dapat difahami maksudnya, baik dengan asal peletakannya
atau setelah adanya penjelasan.”
Contoh yang dapat difahami maksudnya dengan asal peletakannya : lafadz langit (سماء), bumi (أرض), gunung (جبل), adil (عدل), dholim (ظلم), jujur (صدق). Maka kata-kata ini dan yang semisalnya dapat difahami dengan asal peletakannya, dan tidak membutuhkan dalil yang lain dalam menjelaskan maknanya.
Contoh yang dapat difahami maksudnya setelah adanya penjelasan :
Firman Alloh ta’ala :
Contoh yang dapat difahami maksudnya dengan asal peletakannya : lafadz langit (سماء), bumi (أرض), gunung (جبل), adil (عدل), dholim (ظلم), jujur (صدق). Maka kata-kata ini dan yang semisalnya dapat difahami dengan asal peletakannya, dan tidak membutuhkan dalil yang lain dalam menjelaskan maknanya.
Contoh yang dapat difahami maksudnya setelah adanya penjelasan :
Firman Alloh ta’ala :
اقيمو الصلاة وَآتُوا الزَّكَاةَ
“Dan dirikanlah sholat dan tunaikan zakat” (Al-Baqoroh : 43)
Maka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, keduanya adalah mujmal, tetapi pembuat syari’at (Allah ta’ala) telah menjelaskannya, maka lafadz keduanya menjadi jelas setelah adanya penjelasan.
Dalam hubungannya dengan Mubayyan , maka dapat kita pahami ada tiga hal disini. Pertama adanya lafaz yang mujmal yang memerlukan penjelasan atau disebut Mubayan (yang dijelaskan). Kedua ada lafaz lain yang menjelaskan lafaz yang Mujmal tadi atau disebut Mubayyin (yang menjelaskan. Dan yang ketiga adanya penjelasana atau disebut Bayan.
Maka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, keduanya adalah mujmal, tetapi pembuat syari’at (Allah ta’ala) telah menjelaskannya, maka lafadz keduanya menjadi jelas setelah adanya penjelasan.
Dalam hubungannya dengan Mubayyan , maka dapat kita pahami ada tiga hal disini. Pertama adanya lafaz yang mujmal yang memerlukan penjelasan atau disebut Mubayan (yang dijelaskan). Kedua ada lafaz lain yang menjelaskan lafaz yang Mujmal tadi atau disebut Mubayyin (yang menjelaskan. Dan yang ketiga adanya penjelasana atau disebut Bayan.
2. Macam-Macam Bayan (
Penjelasan )
Dalam pembahasan selanjutnya, para Ulama Ushul membuat kategori daripada penjelasan atau Bayan tersebut. Ulama Syafiiyah membagi bayan kepada 7 macam sebagai berikut :
Dalam pembahasan selanjutnya, para Ulama Ushul membuat kategori daripada penjelasan atau Bayan tersebut. Ulama Syafiiyah membagi bayan kepada 7 macam sebagai berikut :
i.
Penjelasan
dengan perkataan , contohnya, Allah SWT menjelaskan lafaz سبعة ( tujuh ) pada surat
al-Baqarah ayat 196, tentang jumlah hari puasa bagi yang tidak mampu membayar
dam (hadyu) pada haji Tamattu’. Dalam bahasa Arab lafaz tujuh sering ditujukan
kepada arti ‘banyak’ yang bisa lebih dari tujuh. Untuk menjelaskan ‘tujuh’ itu
betul-betul tujuh maka Allah SWT mengiringi dengan firman-Nya “itu sepuluh hari
yang sempurna”.
ii.
Penjelasan
dengan mafhum perkataan, contohnya, firman Allah SWT dalam surat al-Isra’ ayat
23, tentang larangan mengatakan اف”ah” kepada kedua orang tua. Mafhum dari
ayat tersebut adalah melarang seseorang anak menyakiti orang tuanya, seperti
memukul dan lain-lain, karena mengucapkan “ah” saja tidak boleh, apalagi
memukul.
iii.
Penjelasan
dengan perbuatan,contoh. Rasulullah SAW menjelaskan perintah mendirikan shalat,
dalam ayat al-Quran, lalu Rasulullah SAW mencontohkan cara melakukan
shalat tersebut.
iv.
Penjelasan
dengan Iqrar “pengakuan” contohnya, Rasulullah melihat Qayis shalat dua raka’at
sesudah shalat Subuh, maka Rasulullah bertanya kepada Qayis, lalu Qayis
menjawab dua raka’at itu adalah shalat sunat fajar. Rasulullah tidak melarang.
Ini menunjukkan dibolehkan shalat sunat sesudah shalat Subuh.
v.
Penjelasan
dengan Isyarat, contohnya penjelasan Rasulullah SAW tentang jumlah hari dalam satu
bulan. Beliau mengangkat kesepuluh jarinya tiga kali, yakni 30 hari. Kemudian mengulanginya
sambil membenamkan ibu jarinya pada kali yang terakhir. Maksdunya bahwa bulan
itu kadang-kadang 30 hari atau kadang-kadang 29 hari.
vi.
Penjelasan
dengan tulisan, contohnya Rasulullah SAW menyuruh juru tulis beliau menuliskan
hukum-hukum mengenai pembagian harta warisan dan lain-lain.
vii.
Penjelasan
dengan qiyas, contohnya Rasulullah SAW menjawab seorang penanya melakukan haji
untuk ibunya yang sudah meninggal. Rasullullah bertanya, ‘bagaimana kalau ibumu
punya hutang, apa kamu bisa membayarnya?. Hadits tersebut menqiyaskan mengganti
haji orang tua dengan membayar hutangnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Mujmal secara
bahasa : (المبهم والمجموع) mubham (yang tidak diketahui) dan
yang terkumpul.
2.
Mujmal
dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, al-Mujmal adalah lafazh atau kata
yang tidak jelas ( global ) artinya. Kedua disamping tidak jelas artinya, tidak
pula terdapat petunjuk atau qorinah yang menjelaskan arti global dari kata
tersebut. Jadi ketidak jelasan atau kesamaran arti kata al-Mujmal berasal dari
kata itu sendiri bukan karena factor eksternal dari luar kata tersebut. Ketiga,
jalan untuk mengetahui maksud Mujmal tidak dalam batas kemampuan akal manusia,
tetapi satu-satunya jalan untuk memahami adalah melalui penjelesan dari yang
me-mujmalkan atau dalam hal ini Syari’.
3.
Ulama Ushul
fiqih sependapat bahwa lafaz yang Mujmal tidak bisa dijadikan
sebagai hujjah, sebelum ada dalil lain yang menjelaskannya.
4.
Mubayyan secara
bahasa : (المظهر والموضح) yang ditampakkan dan yang dijelaskan.
5.
Menurut istilah
Ulama Ushul fiqih Mubayyan adalah apa yang dapat difahami maksudnya, baik
dengan asal peletakannya atau setelah adanya penjelasan.
6.
Ulama Ushul
fiqh sependapat bahwa tidak boleh ada penundaan bayan dari waktu
pelaksanaannya. Alasannya, tidak mungkin Allah SWT mengungkap suatu hukum yang
mujmal kemudian masuk waktu pelaksanaannya, sementara bayan terhadap hukum yang
mujmal itu belum ada. Hal ini tidak pernah dan tidak akan dijumpai dalam
syari’at Islam.
7.
Lafaz Mujmal
yang telah diberi penjelasan tidak lagi dikategorikan lafaz yang mubham.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Drs. H. A.
Syafi’i karim, Fiqih ushul figh,CV. Pustaka Setia Bandung, 2006.
2.
Http:///F:/Mujmal-Dan-Mubayyan.htm
3.
Prof.DR.Abdul
Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, tahun 1998.
silahkan tinggalkan komentar anda
ReplyDelete